Chapter 2

My Weakness is The Source of My Strength

Muhamad Hanif Aug 8 2 min read

Mungkin kalian pernah mendengar kisah Firaun di detik-detik terakhir hidupnya. Disaat tubuhnya dikoyak-koyak dan dilempar-lempar bagaikan seonggok mainan lalu tenggelam diterpa kerasnya ombak laut merah, disaat itulah kesombongan, kemunafikan, dan kebohongannya hancur dan hilang. Firaun mengakui adanya Tuhan dan beriman kepada Allah SWT. Kata-kata terakhir yang beliau ucapkan yaitu,

“Amantu birabbi muusaa waa haaruun”
artinya : “Aku beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun,”


Pada saat itu kondisi Firaun bisa dibilang udah kepepet banget sih. Ya gimana yaa, Firaun pada saat itu udah fix banget akan meninggoy pasti, karena susah cuy selamat dari ombak sebesar itu. Doi akhirnya sadar bahwa doi cuma manusia biasa, enggak bisa apa-apa, lemah. Akhirnya doi tobat dan beriman kepada Allah SWT walaupun udah telat dan gaditerima tobatnya.

Sadar gak sih? Ternyata kita enggak jauh beda sama Firaun?

Ketika kita enggak punya lagi harapan, cemas mikirin beban hidup yang enggak ada abisnya, problematika kehidupan yang terus menggempur dari semua sisi, mikirin kuliah enggak lulus-lulus, merasa susah mempelajari hal baru, mepet tidak kunjung dipertemukan dengan pasangan hidup *eh. Disaat-saat seperti inilah kita baru bergantung dan merasa butuh Allah SWT.

Gue pun seperti itu, butuh Allah kalo gue lagi kepepet doang. Contoh konkret di diri gue adalah setiap udah deket waktu UAS atau UTS, gue baru jor-joran ibadah. Sholat lebih khusyu, baca Quran jadi rajin, berdoa lebih menghayati dan doanya panjang-panjang kayak proposal proker.

Nah, suasana itulah juga mungkin yang dialami Firaun. Mungkin memang tabiat manusia baru bisa merasakan kebutuhan yang sangat tinggi ketika manusia udah ditampar oleh realita. Baru merasa membutuhkan Allah ketika merasa enggak ada jalan lagi yang harus diusahakan untuk menyelesaikan problem hidup yang tengah dihadapi.

Ternyata, seharusnya kita enggak perlu nunggu kita ada disituasi sulit atau kepepet terlebih dahulu untuk bergantung kepada Allah SWT. Jangan nunggu ketidakberdayaan di dalam diri kita muncul baru inget sama Allah SWT. Ketergantungan pada Allah SWT, rasa pasrah, rasa tawakkal, bersandar penuh atas kehendak Allah SWT harus ada setiap saat.

Saat kita menghadapi masalah kunci utamanya adalah ketenangan dan keberanian. Ketika nabi Musa dihimpit oleh kejaran Firaun dan bala tentaranya. Dihadapan mereka ada lautan dengan ombak yang tinggi banget, sementara dibelakang mereka sudah terlihat kumpulan debu pasukan Firaun yang siap menerkam. Saat sejumlah Bani Israil merasa ketakutan, Nabiyullah Musa tetep santai dan yakin sama pertolongan Allah.

“Sekali-kali mereka tidak dapat menghancurkan kita. Sesungguhnya Allah bersamaku, dan dialah yang akan memberiku petunjuk” -Ujar Nabi Musa pada saat itu

Kesimpulanya manusia emang lemah banget. Tapi Allah yang membuat kelemahan itu menjadi kuat. Makanya pas banget kalo kita bilang sumber kekuatan kita ya adalah kelemahan kita sendiri gitu. Karena pada kelemahan itulah kita akan nyender sama Allah akan semakin kuat. Sehingga, supply tenaga yang dikasih sama Allah ke kita akan terus bertambah.